[lıƃäɹ àʎıɹd lléƃıɹd]
Saya tidak pernah memandang orang dari profesinya. Profesi hanya sementara. Sebagai batu loncatan saja untuk mendaki ke profesi yang lain yang lebih baik. Saya hanya memandang orang dari “kemauannya untuk belajar”. Siapa pun dia! Meskipun dia seorang pejabat, anggota dewan yang terhormat, pembantu, pemulung, tukang kayu, dan tukang sapu jalan. Jika tidak mau BELAJAR, maka mereka termasuk yang tidak berpendidikan.
Banyak orang-orang dari profesi “terhormat” yang merugikan orang lain dan negara. Sebaliknya, tidak sedikit orang-orang dari profesi “rendahan” yang berguna bagi orang lain dan negara. Kami, para pembantu, tertawa saja melihat ulah birokrasi yang merugikan dan mempersulit kami. Padahal, semuanya bisa dipermudah. Atau sebagai orang miskin, kami geli dengan anggota dewan yang terhormat, protes atau demo karena diminta untuk mengembalikan uang rapelan.
Sekarang jelas bukan, siapa yang berpendidikan apa? Siapa yang lebih miskin? Siapa yang merasa lebih “rendah” gajinya? Saya justru termasuk pembantu dengan nomor urut ke sekian dari sekian banyak senior saya yang sukses menjadi pengusaha, wartawan, penulis, pengajar, investor, dll. Karena, mereka punya dream dan mau BELAJAR.
*)Eni Kusuma, penulis buku Anda Luar Biasa!!! Menulis buku ini ketika merantau menjadi TKW.
Terimakash atas postingannya....salam sukses luar biasa...--eni kusuma
BalasHapus